Kontroversi Dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Movie

Cerita berkutat seputar kehidupan seorang gadis muda, Anisa (Revalina) di lingkungan santri yang menggunakan norma agama untuk mengekang kebebasan wanita. Dalam perkembangan, Anisa dipaksa menikah dengan Samsudin (Reza Rahadian) yang teryata malah memperlakukan Anisa layaknya binatang. Anisa lalu difitnah berzina dengan seorang pemuda bernama, Khudori (Oka Antara). Ia akhirnya bercerai dengan suaminya dan menikah dengan Khudori. Cerita lalu berkembang pada usaha Anisa untuk memperjuangkan kebebasan para santri wanita di pesantren Al Huda. Tidak ubahnya film-film religi kita yang kini marak, keseluruhan cerita layaknya seri sinetron, terlalu datar dan mudah untuk ditebak.

Banyak adegan tampak dipaksakan dan seringkali logika dikesampingkan sehingga terlihat mengada-ada. Satu contoh ketika adegan pemilihan ketua kelas. Setelah Anisa dinyatakan menang secara demokratis mendadak keputusan dianulir dengan argumen Anisa adalah seorang wanita. Jika memang hanya laki-laki saja yang boleh jadi pemimpin, mengapa sejak awal Anisa dicalonkan??

Ending cerita juga terlihat dipaksakan. Agak janggal melihat para kiai yang telah mumpuni ilmu agamanya bisa dengan mudahnya dipengaruhi oleh omongan Anisa yang sebelumnya selalu dianggap angin lalu oleh mereka. Lalu masalah hutang kakak Anisa juga masih belum jelas? Lalu bagaimana nasib pesantren? Setelah sadar mengapa pula kakak Anisa masih memilih jalan kekerasan (memukuli Samsudin) untuk menyelesaikan masalah?? Para santri lelaki secara umum digambarkan sebagai sosok ortodoks yang keras seolah tanpa memiliki rasa welas asih terhadap sesama. Benar dan salah secara gamblang hanya diukur semata-mata melalui norma-norma agama.

Unsur-unsur kekerasan yang diperlihatkan dalam filmnya juga tampak berlebihan sehingga tidak heran jika film ini mengundang banyak kontroversi dari kaum ulama di negeri ini. Seperti contohnya, kain sorban yang digunakan sebagai alat untuk melakukan tindak kekerasan juga ketika Samsudin memaksakan Anisa untuk berhubungan badan saat istrinya datang bulan. Walau semua bisa saja terjadi namun penggambaran dalam filmnya memang sedikit berlebihan. Dari segi estetik pencapaian paling menonjol adalah visualisasi panorama alam yang indah. Narasi berbentuk puisi seperti di awal film sebenarnya cukup baik mendukung mood filmnya namun sayang setelahnya tidak lagi digunakan.

Perez mewujudkan ambisi menyatukan Raul Gonzalez, Zinedine Zidane, Ronaldo, Luis Figo, dan David Beckham dalam satu tim. Untuk semua pemain itu, Perez berani melakukan tindakan kontroversial, salah satunya memboyong Figo dari Barcelona — seteru abadinya. Slam Dunk - The Movie.

Pemilihan atau rancangan setting filmnya juga sangat buruk sehingga tidak mampu memberi kesan waktu yang menjadi latar cerita filmnya. Para pemain yang sering menggunakan dialek “kota” jelas tidak mendukung latar pedesaan dalam cerita filmnya.

Pesan yang ingin disampaikan adalah kaum perempuan harus memperjuangkan kebebasannya tanpa harus selalu bergantung pada kaum laki-laki. Setiap orang termasuk juga film ini berhak atas kebebasan tapi bukan berarti tanpa batasan. Lalu tolak ukur apa yang bisa menjadi batasan kebebasan? Norma agama adalah salah satunya. Febrian Andhika Raja Reymon.

Gara-gara melihat poster iklan film 'Perempuan Berkalung Sorban' di perempatan Cililitan, saya jadi tergoda menggali ingatan saya tentang novel berjudul sama yang saya baca 7 tahun lalu. Ya, film ini memang diangkat dari novel karya penulis perempuan, Abidah el Khalieqy, yang besar di lingkungan pesantren. Tak heran jika novel ini mengisahkan kehidupan dengan latar belakang serupa. Secara narasi atau teknik penceritaan, kelihaian Abidah cukup diacungkan jempol. Ia bisa membawa pembaca pada penghay Gara-gara melihat poster iklan film 'Perempuan Berkalung Sorban' di perempatan Cililitan, saya jadi tergoda menggali ingatan saya tentang novel berjudul sama yang saya baca 7 tahun lalu. Ya, film ini memang diangkat dari novel karya penulis perempuan, Abidah el Khalieqy, yang besar di lingkungan pesantren. Tak heran jika novel ini mengisahkan kehidupan dengan latar belakang serupa.

Secara narasi atau teknik penceritaan, kelihaian Abidah cukup diacungkan jempol. Ia bisa membawa pembaca pada penghayatan cerita. Deskripsinya juga detil. Hanya saja, novel ini jauh dari label 'novel Islami'. Karena memang isinya jauh dari nilai-nilai Islam. Mulai dari cara penceritaannya yang vulgar hingga representasi Islam itu sendiri, menurut saya sangat jauh dari nilai-nilai Islam. Bahkan di sebuah resensi ada yang menyebutnya sebagai 'sastra lendir'.

Sebagai muslim, saya menyayangkan novel ini tidak mensyiarkan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya. Ia malah menampilkan kontroversi yang alilh-alih mendiskreditkan Islam. Lebih parahnya lagi, mengajarkan hal-hal yang sebenarnya malah bertentangan dengan nilai Islam. Novel ini berkisah tentang seorang anak seorang Kyai bernama Annisa yang hidupnya terlunta-lunta lantaran dipaksa menikah dengan anak seorang Kyai yang ternyata bromocorah. Perceraian akhirnya menjadi gerbang kebebasan bagi Annisa. Pada episode kedua kehidupan Annisa, ia diceritakan jatuh cinta pada paman jauhnya, Khudori, yang sedari kecil mengajarkannya banyak hal. Nah, episode inilah yang saya kritisi, karena proses pdkt keduanya sangat jauh dari nilai-nilai Islam, bahkan mendekati zina.

Ironinya, dalam novel ini, cinta mereka berdua justru digambarkan sebagai cinta yang sesungguhnya, yang benar, yang sejati, dll. Dalam novel ini, Abidah juga mengkritisi kewajiban berjilbab bagi muslimah.

Ia mengibaratkan muslimah berjilbab itu seperti guling yang tertutup rapat. Selain itu, banyak lagi hal-hal yang kontroversial dalam novel ini. Saya belum menonton versi layar lebarnya. Saya hanya berharap. Semoga film ini menampilkan Islam yang rahmatan lil 'alamin dan bukan sebagai ajaran yang 'mengekang' dan bertentangan dari hak-hak asasi manusia. Semoga juga, versi filmnya bertutur jauh lebih santun, bahkan mendekonstruksi novelnya. Bagi g buku ini berada d pertengahan antara bagus dan nggak.

Makanya g kasih nilai pertengahan 2,5. Bonus 0,5 karena buku pinjaman dan g berhasil menyelesaikannya dalan waktu cepet (heheh!ngalahin maxride bow!) Nggak karena: 1. Buku ini terkesan sangat menggurui, malah bikin g rada bosen pas mendekati akhir. Klimaknya kurang berasa (ato nggak ada klimak ya?) 2. G menemukan buanyak salah cetak 3. Ga jelas si Nisa ini Islami atau tidak, mungkin g lebih setuju ini buku feminis dibanding Islami Bagus ka bagi g buku ini berada d pertengahan antara bagus dan nggak. Makanya g kasih nilai pertengahan 2,5.

Bonus 0,5 karena buku pinjaman dan g berhasil menyelesaikannya dalan waktu cepet (heheh!ngalahin maxride bow!) Nggak karena: 1. Buku ini terkesan sangat menggurui, malah bikin g rada bosen pas mendekati akhir. Klimaknya kurang berasa (ato nggak ada klimak ya?) 2. G menemukan buanyak salah cetak 3.

Ga jelas si Nisa ini Islami atau tidak, mungkin g lebih setuju ini buku feminis dibanding Islami Bagus karena: 1. Nisa kecil sangat kritis, g rasa bagian awal adalah yg terbagus dari buku ini 2. Berani mempertanyakan hal-hal yang tabu dan memang g pikir seharusnya dipertanyakan 3. Hurufnya guede guede.menyenangkan hahahahahaha. Sepertinya sudah bukan topik yang baru lagi yah. Mengenai emansipasi atau kesetaraan gender, tapi mengingat buku ini saja ditulis tahun 2001 yah masih memungkinkan untuk dibahas waktu itu. Kalau sekarang semuanya sudah bergeser dan pengertian Kaum Adam terhadap Kaum Hawa sudah lebih besar.

Oke, karena aku nonton filmnya dulu daripada baca bukunya berikut ceritanya kenapa banyak pertanyaan bermunculan saat menontonnya. Film bercerita mengenai kegigihan Annisa kecil yang ingin belajar naik kuda, ya Sepertinya sudah bukan topik yang baru lagi yah. Mengenai emansipasi atau kesetaraan gender, tapi mengingat buku ini saja ditulis tahun 2001 yah masih memungkinkan untuk dibahas waktu itu. Kalau sekarang semuanya sudah bergeser dan pengertian Kaum Adam terhadap Kaum Hawa sudah lebih besar.

Oke, karena aku nonton filmnya dulu daripada baca bukunya berikut ceritanya kenapa banyak pertanyaan bermunculan saat menontonnya. Film bercerita mengenai kegigihan Annisa kecil yang ingin belajar naik kuda, yang akhirnya berhasil karena diajari Lek Khudorie(Pamannya), meski sesudah itu dia dimarahin habis-habisan ma Abinya, Kyai Hanan. Kemudian kegigihan Annisa yang ingin berkuliah di Perguruan Tinggi, tapi digagalkan oleh Abi-nya dengan meresmikan perjodohan dalam ikatan perkawinan Annisa dengan Samsudin, anak seorang Kyai teman Abinya yang notabene penyokong dana untuk Pesantren Al Huda. Dan berlanjut kehidupan rumah tangga yang penuh dengan kekerasan karena Samsudin yang gila seks. Ada satu yang menjadi perhatianku adalah Buku Pram yang Bumi Manusia, buku pemberian Leknya, buku yang membuat Annisa bersemangat lagi dalam membela hak-hak kaumnya.

Tapi yang lucu, kemudian bermunculan buku-buku yang membuat anak-anak perempuan di Pesantren Al Huda menjadi gemar membaca dan menulis. Tapi beberapa hasil tulisan mereka malah akhirnya dibakar oleh guru-guru di Pesantren tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran pesantren. Dan lagi-lagi bikin salut adalah kegigihan Annisa yang ingin mewujudkan Perpustakaan Di Pesantren Al Huda.

Yang akhirnya berhasil, meskipun tidak semudah yang dia pikirkan. Yah memang kalo film harus ada yang didramatisir supaya cerita lebih menarik dan tidak monoton melulu dengan dialog. Seperti saat Abi Hanan meninggal sehabis menyaksikan hukuman rajam lempar batu Annisa dan Khudorie. Bahkan teman yang ikut menonton sampai menitikkan air mata saat Annisa bermimpi bertemu dengan Abinya dan mengucapkan kata maaf pada Abinya. Mengharu birulah.hehehehe.

Yak, sekarang bicara mengenai bukunya, baru kali ini aku merasa beruntung karena melihat filmnya dulu dan kemudian merasa penasaran membaca bukunya. Dibuku, aku lebih suka dialog-dialog Annisa kecil dengan Lek Khudorie-nya yang memang patut dijadikan lelaki idaman wanita-wanita tergambar jelas kedalaman ilmu agamanya selain ke-gantengannya juga. Tapi mungkin jarak umurnya dengan Annisa jadi si Lek ini memang lebih ngemong dan Annisa juga merasa nyaman dengannya. Ohya Hukum Rajam yang bikin penasaran karena Peran Widyawati difilm juga tidak ada di buku ini. Buku ini malah datar-datar saja klimaks biasa-biasa saja.

Tapi dialognya yang bikin aku salut cukup informatif karena pendeskripsian yang lengkap. Abidah mengenal betul kehidupan pesantren, berikut kritikannya terhadap Kyai-kyai yang kolot tidak tanggap terhadap perubahan zaman. Tergambar jelas dibuku ini bahwa penulis juga ingin membuka mata bahwa Pesantren juga harus bisa menjadi agen perubahan. Ohya dibuku tidak ada cerita kegigihan Annisa untuk membangun Perpustakaan di Pesantrennya lho. Jadi Film dan buku ada plus minusnya yah. Sepertinya masih banyak yang harus aku pelajari,dan setuju kalo buku ini disebut sebagai buku Feminisme Islami.

Aku bingung memberi bintang buat buku ini. Menurut logika, buku ini seharusnya hanya mendapat 1 bintang, atau maksimal 2.tetapi aku tidak bisa menafikan kenyataan bahwa ini adalah buku pertama setelah kurun sekian lama yang kutamatkan dengan cepat, dan dengan mood yang terjaga.

Mungkin untuk adilnya kuberi bintang 2,5 sajalah Buku ini awalnya diniatkan sebagai sebuah media alternatif kampanye gender dan hak-hak reproduksi perempuan, jadi sebenarnya tak aneh bila keterbacaannya sebagai sebuah bu Aku bingung memberi bintang buat buku ini. Menurut logika, buku ini seharusnya hanya mendapat 1 bintang, atau maksimal 2.tetapi aku tidak bisa menafikan kenyataan bahwa ini adalah buku pertama setelah kurun sekian lama yang kutamatkan dengan cepat, dan dengan mood yang terjaga. Mungkin untuk adilnya kuberi bintang 2,5 sajalah Buku ini awalnya diniatkan sebagai sebuah media alternatif kampanye gender dan hak-hak reproduksi perempuan, jadi sebenarnya tak aneh bila keterbacaannya sebagai sebuah buku sastra agak tanggung, atau malah bisa dibilang kurang. Tak aneh juga bila buku ini terasa begitu menggurui dan dialog-dialognya terbangun dengan agak tidak wajar, lebih mirip monolog atau tanya jawab antara orang awam dan pakar. Hal lain yang mengganggu adalah typo yang bertebaran di hampir setiap halaman.

Padahal aku bukan termasuk orang yang rewel soal kesalahan ketik macam ini, tapi percayalah, kesalahan yang ada di PBS itu jauh di atas ambang kewajaran. Hal yang sungguh mengherankan, karena buku ini sudah masuk cetakan ke entah ke berapa.

Di atas lima yang pasti, jadi cukup banyak waktu untuk membenahi kesalahan yang mungkin ada sejak edisi pertama. Yang aneh malah adalah ketertarikanku untuk terus membaca buku ini, yang baru tersendat ketika buku sudah memasuki halaman-halaman menjelang akhir, ketika Nisa sudah menikah untuk yang kedua kalinya. Kemungkinan besar ketertarikanku adalah karena novel ini cukup membangun suasana pesantren yang kuingat, cukup untuk membuatku bernostalgia sesaat, cukup untuk memunculkan atmosfer asing yang, anehnya, terasa akrab di sekitarku selama aku membaca buku ini.

Tetapi aku harus meluruskan, tidak semua penggambarannya tentang dunia pesantren akurat, minimal menurut pengalamanku pribadi. Misalnya saja di pesantren, setahuku qiraah atau tilawah merupakan kegiatan yang “legal”, bahkan diwajibkan, minimal bukan sesuatu yang harus dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Agak aneh juga bagiku bila Annisa yang puteri kyai harus melakukan tugas-tugas kerumahtanggaan, karena setahuku, anak-anak kyai adalah anak-anak yang sangat dimanjakan:-P (tapi ini mungkin cuma kasus di beberapa keluarga kyai yang kutahu). Oh, tambahan lagi, aku tidak ingat bahwa di Jombang orang lazim berkuda ke mana-mana Dalam konteks lain, yang sangat menggangguku adalah penggambaran hubungan Khudlori dan Annisa di awal-awal cerita. Aku sampai mendapat kesan Khudlori mengidap pedofilia. Ayolah, lelaki dewasa normal mana zaman sekarang yang jatuh cinta temehek-mehek pada anak perempuan yang masih berusia di bawah sepuluh tahun?

Yah, kalau mau menyebutkan segala hal yang kurasa mengganjal dari buku ini, bisa-bisa aku menghasilkan tulisan yang sama panjangnya dengan PBS sendiri hihihi. Jadi, kusudahi dululah. Naskah ini saya anggap naskah terbaik yang pernah difilemkan. Saya mencari buku ini selepas menonton filemnya. Kisah Annisa yang 'rebel' dari awal remaja. Kemudiannya berkahwin dan akhirnya kembali ke pesantren milik keluarganya.

Banyak drama, kisah dan sinis-sinis kehidupan dalam naskah ini. Mengalir juga air mata dibuatnya. Memegang erat naskah ini semasa dibaca di dalam komuter buat orang-orang lain juga terpandang-pandang saat kita menarik balik air hidung ke dalam. Dan mengelap dua belah ma Naskah ini saya anggap naskah terbaik yang pernah difilemkan. Saya mencari buku ini selepas menonton filemnya. Kisah Annisa yang 'rebel' dari awal remaja.

Kemudiannya berkahwin dan akhirnya kembali ke pesantren milik keluarganya. Banyak drama, kisah dan sinis-sinis kehidupan dalam naskah ini. Mengalir juga air mata dibuatnya. Memegang erat naskah ini semasa dibaca di dalam komuter buat orang-orang lain juga terpandang-pandang saat kita menarik balik air hidung ke dalam. Dan mengelap dua belah mata, hilang jantan.

Jika ada 10 bintang, saya beri 10 bintang. I would say this is a brave novel. A book that surpasses its own contemporary peers. Coming from Indonesia, a country with predominant Muslim population, it is noted that the Indonesian (as well as Malaysia, Singapore, Brunei) cultures are embroidered with Islamic values. Hence, occurrences of abusing the religion for personal gains are inevitable.

This novel chronicles such issue as one of its plot. As the daughter of a religious teacher, Annisa's life was all trained to be submissive to the pa I would say this is a brave novel. A book that surpasses its own contemporary peers. Coming from Indonesia, a country with predominant Muslim population, it is noted that the Indonesian (as well as Malaysia, Singapore, Brunei) cultures are embroidered with Islamic values. Hence, occurrences of abusing the religion for personal gains are inevitable. This novel chronicles such issue as one of its plot.

As the daughter of a religious teacher, Annisa's life was all trained to be submissive to the patriarchal system. But she defied the antiquated style by seeking knowledge and knows her rights as a Muslimah; as guaranteed by Islam - but refused to be acknowledged by wolves in the Islamic sheep clothing.

More of my review in my blog. Buku Perempuan Berkalung Sorban ini menceritakan tentang hidup seorang wanita bernama Anisa. Anisa adalah putri seorang kyai disebuah pondok pesantren. Dia mempunyai hobby berkuda, dan dia sering diajari oleh leknya yaitu lek Khudhori. Namun orang tuanya selalu marah-marah kalau mengetahui purtinya menunggangi kuda, karena Anisa adalah putri seorang kyai.

Pada saat lek Khudhori mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Mesir, maka tidak ada lagi yang mengajari Anisa untuk menunggang kuda. Buku Perempuan Berkalung Sorban ini menceritakan tentang hidup seorang wanita bernama Anisa. Anisa adalah putri seorang kyai disebuah pondok pesantren. Dia mempunyai hobby berkuda, dan dia sering diajari oleh leknya yaitu lek Khudhori. Namun orang tuanya selalu marah-marah kalau mengetahui purtinya menunggangi kuda, karena Anisa adalah putri seorang kyai. Pada saat lek Khudhori mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Mesir, maka tidak ada lagi yang mengajari Anisa untuk menunggang kuda. Setelah Anisa beranjak dewasa orang tuanya segera menikahkan Anisa dengan seorang laki-laki bernama Syamsudin, tetapi Anisa tidak mau karena dia hanya mau menikah dengan lek Khudhori.

Namun orang tuanya tetap memaksanya. Setelah Anisa menikah dengan Syamsudin, dia sering mendapatkan perilaku tidak baik dari suaminya. Anisa sering di pukul serta dipaksa menuruti kemauan suaminya dan ternyata Syamsudin juga telah berselingkuh dengan wanita lain. Setelah lek Khudhori pulang dari Mesir, dia menemui Anisa.

Anisa menceritakan tentang hubungan rumah tangganya dengan Syamsudin. Dan lek Khudhori menyarankan kepada Anisa agar berbicara pada orang tuanya dan meminta cerai dari suaminya.

Dan pada saat itu Syamsudin tau kalau Anisa dan lek Khudhori sedang berduaan, dan dia mengadu kepada orang tua Anisa dan para santri pondok pesantren kalau Anisa dan lek Khudhori sedang berzina. Ketika Syamsudin dan para santri pondok pesantren hendak merajam Anisa dan lek Khudhori, penyakit jantung pak kyai kambuh dan akhirnya beliau meninggal dunia. Setelah itu mereka mengusir lek Khudhori dari pondok pesantren. Setelah Anisa bercerai dengan Syamsudin dan sepeninggalan lek Khudhori dari pondok pesantren dia memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Solo.

Disana ternyata dia bertemu dengan lek Khudhori, akhirnya mereka menjalin hubungan yang serius dan lek Khudhori beriktikad untuk menikahi Anisa. Setelah mereka menikah, mereka mendapatkan banyak cemooh dari tetangganya karena Anisa belun juga hamil, mereka menuduh Anisa mandul. Tetapi beberapa waktu kemudian Anisa hamil dan dikaruniani seorang putra. Pada saat lek Khudori hendak berangkat kerja, dari belakang dia diikuti oleh sebuah mobil, dan mobil tersebut menabraknya.

Saat itu Anisa didatangi dua orang polisi dan memberikan kabar bahwa suaminya kecelakaan. Ketika Anisa menemui suaminya ternyata suaminya telah meninggal dunia.

Sepeninggalan ayahnya dan suaminya, Anisa mulai mengelola pondok pesantren bersama kakak laki-lakinya. Namun kondisi keuangan semakin hari semakin menurun, dan dia memerlukan donatur untuk bekerjasama dengan pondok pesantren. Donatur tersebut adalah Syamsudin mantan suami Anisa, karena sebenarnya dia masih menginginkan Anisa. Akhirnya Anisa mengetahui bahwa suaminya meninggal dunia karena ditabrak oleh mobil Syamsudin mantan suaminya. Dari cerita tersebut memberikan banyak pelajaran bagi kehidupan yang tidak mudah, kadang kita harus mendapat fitnah dari oarang lain bahkan harus berpisah dari orang yang kita sayangi. Namun dalam cerita ini banyak memberikan gambaran tentang orang dewasa yang telah berumah tangga, jadi buku ini lebih baik hanya dikonsumsi oleh orang dewasa saja.

Annisa sedang bermain bersama kakanya Rizal. Nisa yang hendak keluar untuk belajar pacu kuda itu seurius sekali untuk menatap hari, namun restu orang tua tak kunjung mengijinkan anaknya tersebut untuk belajar berkuda. Sepulang di rumah Nisa langsung dipergoki oleh orang tuanya karena bermain tanpa izin. Hingga pada suatu hari dimana Nisa sudah mencapai masa baligh, Nisa belajar qir’ah dan berpacu kuda secara sembunyi-bunyi, belajar qir’ah ke maemunah dan berpacu kuda kepada lek Khudori. Lek Khudor Annisa sedang bermain bersama kakanya Rizal. Nisa yang hendak keluar untuk belajar pacu kuda itu seurius sekali untuk menatap hari, namun restu orang tua tak kunjung mengijinkan anaknya tersebut untuk belajar berkuda.

Sepulang di rumah Nisa langsung dipergoki oleh orang tuanya karena bermain tanpa izin. Hingga pada suatu hari dimana Nisa sudah mencapai masa baligh, Nisa belajar qir’ah dan berpacu kuda secara sembunyi-bunyi, belajar qir’ah ke maemunah dan berpacu kuda kepada lek Khudori. Lek Khudorilah yang mengjari nisa sepeti itu, di masa yang baligh itu Nisa sudah mengalmai rasanya dilema cinta, Nisa sadar jika mengutarakannya makan akan terjadi salah paham, Nisa akan rindu terhadap pujianya tiap sore ketika berlatih kuda, rindu memancing bersamanya, karena kurang lebih 2 minggu lagi lek khudori akan pergi ke Kairo, setelah mendengar kabar itu Nisa tak kuat menahan air mata karena akan berpisah dengan lek Khudori.

Setelah Nisa khatam Al-Qur'an, ia mendapatkan hadiah kenang-kenangan dari Lek Khudori. Hadiah lukisan dengan seorang putri budur menaiki buraq. Pada suatu malam Nisa mendengarkan bahwa dia akan di jodohkan dalam usia belasan tahun. Mendengar hal tersebut Nisa sangat sedih. Bertahun-tahun berlalu hingga dia hanya tamat SD dan langsung dinikahkan dengan laki-laki bernama Samsudin, tiap malam Nisa hanya merintih karena harus mau mengikuti nafsu dari suaminya itu. Hingga datang pada suatu hari seorang janda bernama Kalsum datang untuk meminta pertanggung jawabannya.

Dan terjadilah poligami antara Samsudin dengan Kalsum dan Annisa. Bertahun-tahun kini akhrinya tiba juga lek Khudori kembali ke pesantren dan menemui annisa. Setelah Annisa menceritakan semua kelakuan Samsudin kepada orang tuanya, akhirnya terjadilah perceraian antara Samsudin dan Annisa. Setelah hubungan lek khudori dan Annisa semakin dekat orang tua Annisa menikahkan mereka karena takut terjadi fitnah. Pernikahan annisa dan khudhori akhirnya telah terjalin dengan indah, dimana tak ada kekurangan sama sekali, harta, tauladan, dan sikap yang baik. Akhirnya mereka dikaruniai seorang anak bernama Mahbub. Aktivitas mereka sangat indah karena hari-hari mereka dihiasi oleh seorang anugrah harta terindah dalam dunia ini.

Saat akan mengunjungi pesantren, di tengah perjalanan motor Khudori masuk ke dalam jurang dan akhirnya dia meninggal dunia. Mendengar kabar tersebut Annisa sangat sedih.

Baru saja nonton perempuan berkalung sorban di dvd, saya jadi tertarik membaca novelnya. Tapi ternyata sedikit mengecewakan, saya pribadi lebih menyukai versi filmnya. Di Novel, awalnya memang bagus dan cukup menyentuh. Tetapi semakin kebelakang, saya kurang suka dengan cara penceritaannya.

Terkadang terkesan cheesy dan corny. Dan juga karakter Khudori yang digambarkan di film (menurut saya Oka Antara memerankan nya dengan bagus)punya perbedaan yang signifikan dengan apa yang digambarkan di nove baru saja nonton perempuan berkalung sorban di dvd, saya jadi tertarik membaca novelnya. Tapi ternyata sedikit mengecewakan, saya pribadi lebih menyukai versi filmnya. Di Novel, awalnya memang bagus dan cukup menyentuh. Tetapi semakin kebelakang, saya kurang suka dengan cara penceritaannya. Terkadang terkesan cheesy dan corny. Dan juga karakter Khudori yang digambarkan di film (menurut saya Oka Antara memerankan nya dengan bagus)punya perbedaan yang signifikan dengan apa yang digambarkan di novel.

Menurut saya karakter khudori di film lebih realistis, karena seorang muslim yang taat tak akan menyentuh wanita yang bukan muhrimnya Tapi di novel kok kayanya si Khudori ini agak agak pecicilan hehe. Ada beberapa bagian yang memang lebih bagus di novel seperti sebab perceraian Annisa dengan Samsudin, yang lebih make sense. Dibandingkan dengan yang di film, soap opera abis bow yang di film. Overall novel ini cukup menyentuh sisi feminisme dari bagian yang masih dianggap daerah rawan oleh kebanyakan orang karena berbenturan dengan agama mayoritas yang dianut Indonesia. Cara Abidah El Khalieqy menggambarkan ketimpangan dalam hubungan suami istri antara hak & kewajiban pria dan wanita digambarkan dengan sangat ekstrim disini. Dan mungkin somewhere out there masih terjadi di masyarakat kita. No need controversy lah dalam hal ini, saya rasa orang sudah cukup pintar untuk menilai mana ajaran yang ekstrim dan mana yang tidak.

Tergantung dari cara kita melihatnya. Yang agak membingungkan ending di novel ini Khudori akhirnya meninggal atau koma sih?? Kalo di film kan endingnya meninggal. Bacaan yang cukup lumayan. Dalam pesantren Salafiah putri Al Huda diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan muslim dimana pelajaran itu membuat Anissa beranggapan bahwa Islam membela laki-laki, perempuan sangat lemah dan tidak seimbang Tapi protes Anissa selalu dianggap rengekan anak kecil.

Hanya Khudori (Oka Antara), paman dari pihak Ibu, yang selalu menemani Anissa. Menghiburnya sekaligus menyajikan ‘dunia’ yang lain bagi Anissa. Diam-diam Anissa menaruh hati kepada Khudori. Tapi cinta itu tidak terbalas karena Khudo Dalam pesantren Salafiah putri Al Huda diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan muslim dimana pelajaran itu membuat Anissa beranggapan bahwa Islam membela laki-laki, perempuan sangat lemah dan tidak seimbang Tapi protes Anissa selalu dianggap rengekan anak kecil.

Hanya Khudori (Oka Antara), paman dari pihak Ibu, yang selalu menemani Anissa. Menghiburnya sekaligus menyajikan ‘dunia’ yang lain bagi Anissa. Diam-diam Anissa menaruh hati kepada Khudori. Tapi cinta itu tidak terbalas karena Khudori menyadari dirinya masih ada hubungan dekat dengan keluarga Kyai Hanan (Joshua Pandelaky), sekalipun bukan sedarah. Hal itu membuat Khudori selalu mencoba membunuh cintanya.

Sampai akhirnya Khudori melanjutkan sekolah ke Kairo. Secara diam-diam Anissa mendaftarkan kuliah ke Jogja dan diterima tapi Kyai Hanan tidak mengijinkan, dengan alasan bisa menimbulkan fitnah, ketika seorang perempuan belum menikah berada sendirian jauh dari orang tua. Anissa merengek dan protes dengan alasan ayahnya. Akhirnya Anissa malah dinikahkan dengan Samsudin (Reza Rahadian), seorang anak Kyai dari pesantren Salaf terbesar di Jawa Timur. Sekalipun hati Anissa berontak, tapi pernikahan itu dilangsungkan juga. Kenyataan Samsudin menikah lagi dengan Kalsum (Francine Roosenda). Harapan untuk menjadi perempuan muslimah yang mandiri bagi Anissa seketika runtuh Dalam kiprahnya itu, Anissa dipertemukan lagi dengan Khudori.

Keduanya masih sama-sama mencintai. Dikasih bintang 3 Karena nggak ada rating bintang 2,5 bonus 0,5nya: karena tema n pesan moralnya ttg kesetaraan gender yang belum lazim diangkat pada waktu novel ini ditulis sebenarnya buku ini bukan tipikal buku saya. Tapi karena adik sudah meminjamnya dari rentalan buku, dan saya masih belum tidur. Maka apa boleh buat, pukul 3-5.30 tadi pagi buku ini habis juga saya lalap.hahaha sejak halaman pertama, buku ini sudah menunjukkan pesan moral apa yang mau disampaikan. Untuk saya pribadi jalan dikasih bintang 3 Karena nggak ada rating bintang 2,5 bonus 0,5nya: karena tema n pesan moralnya ttg kesetaraan gender yang belum lazim diangkat pada waktu novel ini ditulis sebenarnya buku ini bukan tipikal buku saya. Tapi karena adik sudah meminjamnya dari rentalan buku, dan saya masih belum tidur. Maka apa boleh buat, pukul 3-5.30 tadi pagi buku ini habis juga saya lalap.hahaha sejak halaman pertama, buku ini sudah menunjukkan pesan moral apa yang mau disampaikan.

Untuk saya pribadi jalan ceritanya terlalu datar dan mudah di tebak. Tapi afterall saya suka narasi awalnya juga teknik penceritaannya. (meski sebagian orang bilang niovel ini termasuk 'karya sastra lendir' yang sama sekali nggak islami) yang aneh dari novel ini: anak kelas 5 sd sudah merasakan cinta2an (pas kelas 5, aku sih kemana2 masih pakai celana kolor pendek, main layangan) ahahahaha penokohan: yg protagonis (spt khudori) - digambarkan perfect bgt sementara yang antagonis di gambarkan secara Lebay.(dalam novel / sastra hypersex activity/ sadomasokis sebenarnya justru bisa memancing curiousity kalau nggak digambarkan scr vulgar.). Mel gak terlalu mampu menilik-komentar dari buku ini, karna sebenarnya belum baca. Namun yang dapat ditilik dari film-nya memang cenderung pada ketidakpuasan seorang perempuan dengan keberadaan muasalnya. Hidup dalam lingkungan pesantren yang ia rasa mengungkung 'kebebasannya' sebagai perempuan. Padahal annisa, tokoh dalam film/buku ini, belum memahami makna kebebasan yang sebenarnya.kalau dianalogikan, ia ingin menjadi mobil yang bebas menderu kemanapun, tanpa satupun rambu yang menghalangi.

Mel gak terlalu mampu menilik-komentar dari buku ini, karna sebenarnya belum baca. Namun yang dapat ditilik dari film-nya memang cenderung pada ketidakpuasan seorang perempuan dengan keberadaan muasalnya. Hidup dalam lingkungan pesantren yang ia rasa mengungkung 'kebebasannya' sebagai perempuan.

Padahal annisa, tokoh dalam film/buku ini, belum memahami makna kebebasan yang sebenarnya.kalau dianalogikan, ia ingin menjadi mobil yang bebas menderu kemanapun, tanpa satupun rambu yang menghalangi. Maka pada hakikatnya, ia hanya tinggal menunggu, apa ia akan menabrak atau ditabrak. Hhe.maf terlalu sentimentil soal film/buku ini, karna secara pribadi mel cukup tersindir soal buku ini, seakan-akan agama hanya memberikan kungkungan bagi seorang perempuan, padahal semua batasan punya makna dan nilai mulia. Setelah melihat media visualnya, saya mencoba untuk membaca karya tulisnya. Sedikit banyak imajinasi saya agak terkungkung dari film yg digarap Hanung tersebut. Ternyata filmnya memang sedikit berbeda dan penuh 'bumbu', mungkin untuk memenuhi tuntutan artistik.

Pembahasan yg diulas mengenai jender dan feminitas memang topik yg tak pernah usai dan penuh dg kontroversial, apalagi dengan sudut penceritaan pesantren. Pantas saja buku inj banyak disandingkan menjadi referensi ilmiah. Buku ini saya ra Setelah melihat media visualnya, saya mencoba untuk membaca karya tulisnya. Sedikit banyak imajinasi saya agak terkungkung dari film yg digarap Hanung tersebut. Ternyata filmnya memang sedikit berbeda dan penuh 'bumbu', mungkin untuk memenuhi tuntutan artistik. Pembahasan yg diulas mengenai jender dan feminitas memang topik yg tak pernah usai dan penuh dg kontroversial, apalagi dengan sudut penceritaan pesantren. Pantas saja buku inj banyak disandingkan menjadi referensi ilmiah.

Buku ini saya rasa cukup berani untuk mengambil opini dan 'agak' terkesan menggurui di beberapa bagian. Namun saya terlanjur jatuh hati pada sosok Khudori, yang mengerti benar posisi pria termasuk hak dan kewajibannya.:). Yeah, sebuah buku yang ditulis dan di buat oleh kaum feminis. Sebuah karya yang mengangkat tema klasik tentang kejelekan kawin ala Siti Nurbaya dan mengagungkan kehidupan perkawinan yang diperoleh melalui pilihan sendiri. Lumayan lah gaya penceritaaannya walaupun maksud dan tujuannya subyektif (maksud gw ini dapat dijadikan contoh khas pembelaan anak-anak muda sok tahu yang tidak menghargai orang tuanya). Sedikit saran: jauhkan dari anak2 SMP dan SMU agar tidak membawa pengaruh buruk! Han Yeah, sebuah buku yang ditulis dan di buat oleh kaum feminis.

Sebuah karya yang mengangkat tema klasik tentang kejelekan kawin ala Siti Nurbaya dan mengagungkan kehidupan perkawinan yang diperoleh melalui pilihan sendiri. Lumayan lah gaya penceritaaannya walaupun maksud dan tujuannya subyektif (maksud gw ini dapat dijadikan contoh khas pembelaan anak-anak muda sok tahu yang tidak menghargai orang tuanya). Sedikit saran: jauhkan dari anak2 SMP dan SMU agar tidak membawa pengaruh buruk!

Hanya umtuk orang dewasa (21 tahun keatas) yang sudah mampu memilah mana yang baik dan buruk. Spreadsheet Converter Crack Windows.

FILES • (2) • (5) • (4) • (7) • (8) • (6) • (7) • (8) • (6) • (9) • (5) • (13) • (8) • (9) • (6) • (11) • (8) • (15) • (7) • (16) • (12) • (10) • (11) • (14) • (6) • (10) • (4) • (11) • (8) • (7) • (16) • (16) • (9) • (16) • (16) • (13) • (17) • (14) • (13) • (13) • (16) • (20) • (10) • (16) • (18) • (16) • (14) • (13) • (10) • (10) • (8) • (13) • (10) • (12) • (12) • (19) • (18) • (18) • (20) • (11) • (15) • (15) • (7) • (12) • (9) • (5) • (9) • (11) • (16) • (18) • (11) • (10) • (6) • (5) • (7) • (8) • (12).